![]() |
Pentas "Panji Budaya" |
Sebenarnya sore itu Rabu, 21 Januari 2014, saya agak letih.
Ditambah dengan cuaca yang hujan sejak siang membuat saya agak malas untuk
bepergian. Tetapi mengingat pertunjukan Wayang Topeng di desa yang berjarak
kira-kira 30 kilometer dari rumah saya ini langka, maka saya tetap ingin
menyaksikannya. Kecuali karena sudah berjanji dengan para pemain untuk
melakukan pendokumentasian pertunjukan. Bersama Haris, berdua saja kami
berangkat dari rumah. Sekitar 45 menit perjalanan menggunakan motor menembus
malam dan agak gerimis. Tetapi sesampainya di pertigaan Mulo nampak langit
menunjukan bintang-bintangnya. Pertanda malam sudah bersahabat. Dibeberapa titik jalan beraspal itu, air hujan yang mengguyur setengah hari tadi masih
menggenang.
Sekitar pukul 19.40
sampai di lokasi pertunjukan. Padukuhan Luweng Ombo,
Purwadadi, Tepus Gunungkidul. Terdengar gamelan yang ditabuh tanpa waranggono
yang bernyanyi. Kamipun masuk kedalam rumah dimana para pemain sedang
mempersiapkan diri. Sambutan ramah kami dapati.
Disana ternyata sudah ada Jupri dan Ditha, sahabat pemerhati tradisi Jawa yang
datang dari Sleman. Sengaja datang dari jauh karena merasa Wayang Topeng
semacam ini layak menjadi sebuah catatan perjalanan sejarah. Semacam antropolog
mereka ini. Selain tari-tari, mereka juga pernah melakukan penelitian tentang
Tumpeng di daerah Nglipar dan Ngawen. Jadi Gunungkidul bukanlah daerah yang
asing buat mereka. Beda dengan saya yang masih asing dengan daerah-daerah di
Sleman.
![]() |
"Berias Diri Siap Tampil" |
Acara ini dalam rangka perpisahan KKN Mahasiswa Atmajaya dengan warga Luweng
Ombo. Panggung didirikan diruas jalan kampung. Sederhana, tanpa dekor, tanpa
hiasan. Dari 4 penjuru mata angin penampilan di atas panggung bisa terlihat.
Sebelum penampilan Grup Wayang Topeng Panji Budaya ini tampil, ada acara lain
yang sudah disiapkan oleh para mahasiswa yang akan mengakhiri masa KKNnya. Selama
itu saya mengambil beberapa photo pemain wayang topeng yang sedang merias diri
untuk tampil. Sesekali ngobrol dengan beberapa tokoh seni dan masyarakat.
Bahkan ketika saya bertemu dengan Kabag Pembangunan Desa Purwadadi kami ngobrol
sesuatu yang tidak ada hubunganya dengan pertunjukan malam itu. Yaitu tentang
Pantai Nglambor. Kami sudah saling kenal cukup lama.
![]() |
"Bersiap Tampil" |
Sekitar pukul 22.00 sang dalang wayang topeng mulai membuka pertunjukan dengan
memperkenalkan para pemain dan ringkasan ceritanya. Kami bergegas keluar
bersiap untuk mengabadikan salah satu kekayaan seni Gunungkidul melalui
lensa-lensa kami.
Dewi Sekar Taji – Rabine Klono Sewandono- adalah judul atau lakon yang akan dimainkan
malam itu. Dengan latar belakang cerita adalah Kerajaan Kediri.
Lelaki bernama Sujarno dengan sigab memberi komando pada dalang, para wiyogo
dan pemain wayang topeng. Beliau adalah pimpinan, sesepuh, sekaligus pembuat
topeng-topeng yang digunakan malam itu. Beliau saya ceritakan DISINI
![]() |
"Doyok dan Bancak dari Padukuhan Kembang Sore" |
Ki Doyok dari Padukuhan Kembang Sore sebagai pembuka cerita. Dengan
tarian-tarian kocak yang lalu ditemani oleh Ki Bancak melakukan dialog-dialog
humor yang membuat gelak tawa penonton meriuh. Bagi mahasiswa atau penonton
yang tidak memahami bahasa Jawa mereka akan tetap merasa terhibur oleh polah
tingkah 2 orang dari Padukuhan Kembang Sore dalam cerita ini.
Setelah prolog cerita, lalu jejer demi jejer, kerajaan demi kerajaan, satu demi
satu tokoh inti dari cerita ini keluar.
Dari Kerajaan Kediri, ada Lembu Amijoyo, Dekso Negoro, Kunono
Warso. Dari Kepatihan Suwelo Giri ada Tumenggung Brojonoto, Sutro Diwonggo dan
Kudo Waringin.Dari Kerajaan Bantar Angin ada Klono Sewandono, Digdya Kolo
Berdadi, Lanjak Prakoso juga Sembung Langu. Dari Tambak Boyo ada Raden Gunung
Sari, Mban Tatah, Mban Gineng. Dari Padukuhan Dampu Awan ada Jago Blewo.
Mereka keluar satu persatu, kadang-kandang bersama sesuai dari scene cerita
malam itu. Tari-tarian selalu dibawakan masing-masing tokoh sesuai karakternya.
Ada tarian berkarakter ksatria, ugal-ugalan, kocak dan kelembutan tampil dengan
apik. Inti cerita dalam pertunjukan ini adalah keinginan Raja Bantar Angin,
Prabu Klono Sewandono melamar putri raja Kediri yang cantik jelita, Dewi Sekar Taji.
Tetapi lamaran ditolak oleh Raja Kediri, Prabu Lembu Amijoyo.
Kerajaan Bantar Angin yang besar dan memiliki pasukan perang yang tangguh
bahkan didukung oleh sosok-sosok raksasa. Namun kerajaan Kediri yang memiliki
banyak wilayah dapat dengan mudah mencari bantuan untuk menandingi kekuatan
Bantar Angin. Konflik cerita yang sebenarnya sudah jamak untuk jenis-jenis
pertunjukan semacam ini.
![]() |
"Berawal dari sebuah lamaran yang ditolak, konflik negarapun terjadi" |
Menjadi sebuah catatan saya, jujur saya mengakui bahwa tarian mereka nampak
kaku. Mungkin kurang berlatih, kecuali usia para pemain yang rata-rata sudah
diatas 40 tahun. Kadang nampak beberapa dari mereka kerepotan untuk berdiri
dengan satu kaki ala penari. Gerakan yang kadang tidak kompak dan lain-lain.
Tetapi melihat semangat mereka yang luar biasa untuk menghidupkan kembali seni
wayang topeng ini saya menunduk hormat. Para pemain yang rata-rata petani dan
nelayan pantai selatan, bersama dengan perangkat desa bahu membahu menghidupkan
kembali kesenian rakyatnya yang telah lebih dari 30 tahun tak mampu berdiri.
Memanfaatkan acara perpisahan KKN inipun adalah salah satu cara yang mereka
lakukan untuk semakin menampilkan kesenian Wayang Topeng ini.
Tertatih-tatih sayapun mencoba memahami jalan cerita. Bahasa dan karakter tokoh
dalam topeng yang masih belum saya pahami dengan sempurna membuat saya sering
menebak-nebak siapa dan sedang apa mereka. Selain berdasarkan dengan prolog
sang dalang. Bahasa yang khas pewayanganpun tidak mudah untuk saya mengerti
dengan cepat.
Dari antusisme warga yang menonton, bisa saya simpulkan bahwa kesenian ini
memang sungguh layak dihidupkan kembali. Mengingat beberapa referensi buku dan
cerita banyak yang menyatakan bahwa kesenian wayang topeng tersebar diberbagai
wilayah di Gunungkidul. Dan masing-masing grup juga memiliki karateristik maupun
kekhasannya sendiri-sendiri. Baik sosok topeng maupun acara penampilannya. Ada
yang memang khusus hiburan rakyat seperti Grup wayang Topeng Panji Budaya ini.
Namun beberapa informasi mengatakan ada wayang topeng atau tari topeng yang
dikhususkan untuk upacara-upacara atau ritual tertentu.
![]() |
"Dewi Sekar Taji - Rabine Klono Sewandono-" |
Lalu ada pertanyaan mengapa saya jadi suka dengan pertunjukan ini? Alasan
mendasar adalah saya senang menikmati tari-tarian dan pertunjukan klasik. Lalu
digelitik oleh sahabat dari Spanyol dan Belgia yang difasilitasi jaringan oleh
sahabat saya di Jogja, Agung Budyawan yang sedang melanjutkan penelitannya
tentang sejarah peradaban topeng. Dimana salah satu lokasi yang dilirik untuk
penelitian adalah Gunungkidul.
“wong Gunungkidul sendiri harus andil, harus ikut tahu lho ini” begitu
kira-kira tawaran melalui email yang saya dapat.
Dan ini sangat menggairahkan saya untuk tahu lebih banyak lagi. Kecintaan
dengan tradisi budaya di Gunungkidul memang tidak bisa saya elakan dengan cara
apapun.
Lihat Video Cekak
Lihat Video Cekak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar