Jumat, 23 Januari 2015

Pentas Wayang Topeng; Kecintaan Pada Budaya Tradisi Tak Ter-Elak-kan



Pentas "Panji Budaya"
Sebenarnya sore itu Rabu, 21 Januari 2014, saya agak letih. Ditambah dengan cuaca yang hujan sejak siang membuat saya agak malas untuk bepergian. Tetapi mengingat pertunjukan Wayang Topeng di desa yang berjarak kira-kira 30 kilometer dari rumah saya ini langka, maka saya tetap ingin menyaksikannya. Kecuali karena sudah berjanji dengan para pemain untuk melakukan pendokumentasian pertunjukan. Bersama Haris, berdua saja kami berangkat dari rumah. Sekitar 45 menit perjalanan menggunakan motor menembus malam dan agak gerimis. Tetapi sesampainya di pertigaan Mulo nampak langit menunjukan bintang-bintangnya. Pertanda malam sudah bersahabat. Dibeberapa titik jalan beraspal itu, air hujan yang mengguyur setengah hari tadi masih menggenang.
Sekitar pukul 19.40 

Selasa, 20 Januari 2015

Sujarno ; Wayang Topeng Jangan Punah

"Sujarno; Dalang dan Pimpinan
Group Wayang Topeng 'Panji Budaya'"
Lelaki kelahiran Desa Purwadadi, Tepus, Gunungkidul tahun 1951 ini tumbuh dalam keluarga petani. Namanya Sujarno, ia mengaku bahwa nama kecilnya adalah Ngatimin. Disela-sela kesibukan bertani, Ngatimin bersama keluarga mendirikan sebuah kelompok Wayang Topeng. 
Wayang Topeng dengan cerita Panji sudah dilakoni oleh Kakek Buyutnya yang bernama Kerta Kasa. 

“Wayang Topeng ini sudah ada sejak Mbah Buyut Kerta Kasa, kalau dihitung ya kira-kira tahun 1800an mulainya” terang Sukatman salah satu pemain Wayang Topeng saat menemani Sujarno dalam sesi pemotretan tokoh Wayang Panji di desa Purwadadi.

Minggu, 06 April 2014

FLI-GK; Semoga Titir Tak Menjadi Doro Muluk/Gobyok

"Siapa Memberi Siapa"
Kenthongan adalah salah satu alat tradisional yang digunakan untuk berkomunikasi secara komunal/kelompok. Kenthongan pada massa sebelum maraknya teknologi berkomunikasi seperti sekarang ini, menjadi salah satu alat wajib yang harus di miliki oleh setiap rumah. Lebih-lebih di tempat pos-pos penjaga keamanan. Kenthongan pada masa dulu bahkan sampai sekarang (khususnya di desa-desa, bahkan di beberapa perkotaan) memiliki peran yang sangat penting. Suara Kenthongan dengan sandi atau kode tertentu akan di terima sebagai isyarat secara komunal dalam tradisi masyarakat. Kode atau sandi yang di kirim lewat suara kenthongan yang di pukul berarti mengisyaratkan hal-hal tertentu yang selanjutnya wajib di tindak lanjuti dengan aksi oleh sekelompok masyarakat. Kenthongan yang dipukul atau dibunyikan secara asal-pun saat ini masih bisa menarik perhatian komunal. Setidaknya warga akan keluar dari sarang kenyamanannya dan mencari informasi tentang apa yang sedang terjadi. Atau mencari tahu apa maksud dari dipukulnya kenthongan itu. 
Walau sudah semakin jarang suara/bunyi kenthongan dengan isyarat tertentu sekarang ini. Namun keberadaan kethongan masih layak digunakan untuk menyapaikan berita atau informasi. Adanya kenthongan juga bisa menjadi indikasi bahwa kebudayaan nenek moyang masih saja perlu di-"uri-uri"

Minggu, 30 Maret 2014

Menyusuri Jejak Dari Mbah Yono Benguk

"Tangan Sang Pengendang"
SMS ke dua malam itu masuk ke hp saya, sebagai sebuah undangan untuk menghadiri acara ulang tahun. 

“Diharap kehadirannya dalam acara ulang tahun ... Mbah Yono" 
Nama Mbah Yono membuat saya teringat dengan catatan saya tentang nama yang saya anggap tokoh seni untuk saya temui empat mata. Ingin sekali berbincang dan mencoba merekam cerita-ceritanya. Ya beliau adalah salah satu pengrawit Campursari Gunungkidul yang masuk dalam daftar untuk saya temui.
Undangan lewat SMS itu hanya berselang sekitar 1 jam dari jam di mulainya acara. Padahal saya sudah terlanjur berencana untuk menengok orang tua sahabat yang sedang sakit di rumah sakit. SMS itupun tak saya balas dan saya lupakan. Toh acara ulang tahun tidak masuk dalam kategori “Harus” bagi saya. Saya lebih siap siaga untuk undangan acara mendoakan orang yang sudah meninggal dari pada acara ulang tahun heee.

Jumat, 21 Maret 2014

Sanepa Mawa Tengara

Bagian III pada halaman 53. 
Sanepa adalah sindiran gaya orang Jawa. Dimana dengan sanepa ini orang yang tersindir tidak akan tersinggung karena di paksa berpikir 2 kali untuk mengartikan maksud dan tujuan. Sanepa dalam bentuk sindiran ini menjadi sangat kuat karena mengimbaratkan sesuatu dengan lain hal. Berikut Beberapa Sanepa Mawa tengara adalah;

Isbat

Bagian V ini pada halaman 165. Tambahan atau contoh-contoh pasemon, sanepa dan piwulang yang bersifat bebas yang tidak harus di kategorikan seperti di atas. Namun bermakna telah menjadi ketentuan, ketetapan sekaligus pesan yang dalam. 
Tentu masih dengan gaya sindiran ala Jawa yang tetap kental terasa. Mungkin lebih tepat bisa di sebut peribahasa atau paribasan dalam bahasa Jawa namun bermakna ajaran yang sangat dalam.
Contoh seperti 

Piwulang Kautaman

Bagian IV ini pada halaman 59. Piwulang berarti nasehat, Kautaman berarti keutamaan. Berbeda dengan Sesanti, sesanti lebih kepada pengobar semangat. Sedangkan piwulang terasa lebih tenang dan refleksi spiritual karena mengandung ajaran budi pekerti. Piwulang Kautaman dalam budaya Jawa adalah memberi pembelajaran untuk mempertajam kepekaan agar bisa memilih yang baik dan benar.

Berikut beberapa contoh Piwulang Kautaman dalam budaya Jawa,