"Dari Mitos Menggapai Etos" |
“Memaknai dan
memahami sesuatu tidak bisa di lakukan hanya dengan melihat apa yang tengah
terjadi. Untuk bisa mengerti suatu hal, tidak bisa pula hanya dengan melihat
dari satu sisi.
Masyarakat, alam,
dengan segala aneka budayanya bukanlah hasil dari sebuah sim salabim. Tetapi
terbentuk dari perjalanan dengan jarak
dan rentang waktu yang begitu panjang.”
Demikian
beberapa kalimat yang saya penggal dari Kata Pengatar Penulis Buku Ensiklopedia
Gunungkidul terbitan Pertama Desember 2013.
Yang boleh saya artikan bahwa memang dalam memandang segala hal untuk sebaiknya
bijak menyikapi. Sesuatu hal bisa ada karena sebab-sebab yang sebenarnya sangat
bisa di logika. Apa, Mengapa dan Bagaimana adalah penelisikan sederhana untuk melihat
segala sesuatu itu exis dan di percaya.
Skenario
besar pada buku ini tertulis jelas “Dari Mitos Menggapai Etos” sebagai tujuan
utama, buku ini sepertinya memang di buat memang untuk menumbuhkan Etos Gunungkidul.
Dengan didasari adanya ribuan mitos
yang tersebar secara turun temurun di Gunungkidul. Tentunya Mitos yang di
anggap positif dan membangunlah yang di ambil. Beberapa mitos memang sudah
punah dan tak bisa lagi di gugah, tetapi mitos-mitos yang masih kental
terdengar di Gunungkidul, sangat jelas di paparkan di beberapa entri. Namun jangan mengharapkan adanya tulisan tentang Mitos Pulung Gantung. Pada daftar huruf P maupun G tidak saya temukan mitos tersebut.
Buku ini menjadi menarik sekali karena bak kamus tentang per-GUNUNGKIDUL-an.
Kita bisa menemukan banyak hal baik yang masih ada maupun yang tinggal cerita. Dari mitologi sampai teknologi tercurahkan di sini.
Terlepas
dari beberapa bab seperti sejarah ketupat di Gunungkidul yang masih perlu
pendalaman lebih, buku ini sungguh bisa membuka mata kita akan Gunungkidul yang
sesungguhnya. Gunungkidul yang semakin hari semakin di hadapakan pada tantangan
perkembangan jaman. Buku ini mencoba
mengingatkan kembali dimana bumi di pijak di situ langit di junjung, sekaligus mengingatkan untuk kita kini dan anak-cucu kita di kemudian hari bahwa
Gunungkidul memang sungguh sangat luar biasa adanya.
Buku
yang mengupas dari A sampai Z nya Gunungkidul ini berisi berbagai informasi.
Dari hal-hal yang sangat remeh temeh sampai hal-hal yang spektakuler. Memang
tidak sepenuhnya sempurna. Tetapi Buku ini semakin meyakinkan kita untuk
mengapresiasi setiap benda, alam, budaya, adat, dan lain sebagainya yang lahir,
yang muncul, yang di ciptakan, yang ada dari dan untuk Gunungkidul.
Siapa yang masih tidak yakin akan derajat dan martabat darah dan daging asli
Gunungkidul? Jika masih ada maka kita telah di ingatkan kembali oleh kata
pengantar para penulis,
“Dari manusia yang
hidup di gua sampai manusia purba yang membentuk koloni-koloni kemasyarakatan
yang teratur. Gunungkidul menjadi saksi bahkan menjadi bagian dari sejarah terbentuknya
Indonesia…”
Di tegaskan adanya kepercayaan bahwa Turunnya Wahyu Mataram atau raja-raja Mataram yang akan berkuasa berasal dari keturunan Bumi Gunungkidul ini (Turunya Wahyu Mataram).
Di tegaskan adanya kepercayaan bahwa Turunnya Wahyu Mataram atau raja-raja Mataram yang akan berkuasa berasal dari keturunan Bumi Gunungkidul ini (Turunya Wahyu Mataram).
Bahkan buku ini juga memberikan jalan setapak untuk menengok ke belakang. Bahwa
peradaban manusia di Gunungkidul dengan segala kebiasaaanya yang menjadi adat
telah di bentuk, di buat dan di lakukan jauh beratus bahkan ribuan tahun yang
lalu. Juga kita akan di giring untuk kritis bahwa sebelum pelarian Majapahit
masuk ke Gunungkidul, peradaban di Gunungkidul sudah lebih dulu ada dan maju. Pola
hidup serta budaya yang ada sekarang tidak lepas dari pengembangan-pengembangan
peradaban dari generasi ke generasi. Mau di akui atau tidak, kebiasaan manusia
purba pun masih bisa kita temui saat ini.
“Kehidupan manusia Gunungkidul juga sudah
berlangsung sejak zaman purba. Berbagai situs manusia purba banyak di temukan
di sudut-sudut Gunungkidul.”
Masihkah
kita mau ingkari warisan leluhur? Warisan manusia Purba yang telah memulai
kehidupan di tanah ini?!
Mari kita intip apa isi buku setebal lebih dari 1000 halaman ini.
"Mari Mengintip" |
A. “Ing
wayah esuk jagone kluruk, Rame swarane pating kemruyuk. Wadhuh senenge sedulur
tani. Bebarengan padha nandur pari” Ki Narto Sabdo
Penjelasan
tentang ungkapan klasik “Adoh Ratu Cerak Watu” yang menggambarkan kondisi
geologis yang berbatu dan letak geografis yang jauh dari pusat pemerintahan
bisa kita temukan di entri A ini. Akasia, abon, apem, Alas Mangir, Alas
Linggamanik, anglo, athi-athi (pewayangan) dan banyak lagi bisa kita temukan di
sini.
B. “Bumi
gonjang-ganjing langit kelap-kelop katon Lir kincanging alis risang maweh
gandrung. Sabarag kadulu wukir moyag-mayig, saking tyas baliwur lumaris
agandrung. Duh ari sumitra tanaya paran reh, kabeh sining wana nangsayeng
maringsung”
Halaman
dengan Photo Cing-Cing Goling di sisi kiri dan Para Pemain Rinding Gumbeng di
sisin kanan ini menghiasi “gapuro” masuk entri huruf B. Berisi beberapa cerita
babad, babon angrem pada motif batik, nama desa atau daerah berawal huruf B
mengisi halaman demi halaman. Bahkan “Basbasan” yaitu permainan yang juga
hampir punah di urai secara informatif. Berbagai jenis Batu dan segala sesuatu
yang namanya berawal dari huruf B tersaji.
C. “Gethuk
asale saka telo, mata ngantuk iku tambane apa. Gethuk asale saka tela, yen ra
manthuk atine rada gelo. Ja ngono mas aja aja ngono. Kadhung janji mas aku
megko gelo” Manthous
Lirik
lagu campur sari yang sangat populer ini mengawali entri Huruf C. Dimana kata
CAMPURSARI masuk di dalamnya. Lirik lagu Gethuk ini sekaligus mengelitik para
seniman Campursari akan asal usul dan falsafah yang seharusnya di bawa oleh
setiap apapun yang berhubungan dengan Campursari. Bahkan sedikit mengkritisi
maraknya Campursari yang terisi oleh lirik dan pembawaan “nakal” atau “saru”
sekarang-sekarang ini.
Tak
luput hewan bernama Cleret Gombel, kejadian alam bernama Cleret taun muncul
pada bab ini. Cupu, caping, cengkaruk juga di kupas. Bahkan Lagu anak-anak
Cublak-cublak Suweng pun tertulis rapi. Dan di kupas pula filosofi yang
terkandung di dalamnya. Dan tentu masih banyak lagi.
"Kritik Campursari" |
D. “Jumangkah hanggro sesumbar, lindu gonjing
gumaludug. Guntur ketug umob kang jaladri”
Kalimat
ini membuka “gapura” entri segala sesuatu yang berawal dengan huruf D. Entri
ini berlatar belakang Ibu Siti Badriyah dari Dengok, Playen saat menerima
piagam kalpataru dari Presiden RI SBY untuk kategori Pengabdi Lingkugan Hidup
Tahun 2012. Dandang, Dadap Srep,
Damen
dan nama-nama Desa di munculkan. Bahkan kata Danyang (roh yang di percaya
sebagai roh leluhur suatu tempat atau desa) juga di kupas. Bagi yang ingin
mengenal nama-nama Dalang dari Gunungkidul pada entri DALANG di tulis daftar
nama dan alamat para penggiat seni pedalangan di Gunungkidul.
E. “Buta
Pandawa tata gati wisaya. Indriyaksa sara maruta, pawana bana margana. Samirana
lan warayang, panca bayu wisikan guligan lima”
Photo
aktivitas nelayan yang sedang mengurai jaring dalam warna Sephia menghiasi “pintu
masuk” E. Edy Laras, tokoh seni yang masih exsis ini di bahas pada entri ini.
Egrang, permainan anak-anak yang di buat dari bambu yang di beri pijakan pun di
sajikan. Bahkan kita di jelaskan arti dari kiasan EMAS PUTIH yang berarti air
sebagai sumber kehidupan. Dan peribahasa Empuk Eyup Keplok Gerong juga di
masukan.
F. “Gandane
kang kembang gadung, lawan sekar-sekar menur. Kang esmu arum winor lan
oyot-oyotan, kadi kusuma kang mangambar-ambar. Wor kkusing dupa kang kumelun
kadi kusuma memba bathara”
Nama
Pondok Pesantren Fajrus Sa”adah yang berada di Bansari, Kepek, Wonosari masuk
pada entri ini. Bersama istilah dan info tentang Festival (FKG), Forum
Wartawan, dan Fuku Tyookan yang merupakan Komandan Pasukan setingkat Bupati di
Gunungkidul pada masa pendudukan Jepang.
G. “Bagni
pawaka siking geni guna kaya, trining rana kaya lena. Huta huti jatha hagni
nala huta waka. Wujika tiga wuninga, keksi mulat mangkanira”
Gatheng,
permainan tradisional. Gamelan, alat musik. Gathot, Gaplek, Gathul, Gedhek,
Gejog Lesung dan banyak G yang di munculkan. Bahkan Galaksi Kinanthi, sebuah
novel karya Tasaro GK, yang berkisah tentang gadis dari kaki Gunungkidul yang
hidupnya sengsara namun akhirnya menemukan kehidupannya yang luar biasa-pun tak
luput dari kupasan pada halaman G ini.
Yang tak
kalah menarik ilustrasi pada kata GENTHONG, menjabarkan bagaimana genthong di
jadikan alat pembuat air bersih yang siap konsumsi.
H. “Hajrah
ingkang puspita rum, kasiliring samirana mrik. Sekar gadhung kongas gandanya,
maweh raras renaning driya”
Selain
nama-nama Pondok Pesantren di Gunungkidul dengan nama “AL-H…”, nama-nama Hotel
dan Hutan di sajikan di sini. Hindu juga tersaji.
I. “Dene
utamaning nata, berbudi bawa leksana. Lire ber budu mangkana, Lila legawa ing
driya. Hanggung denya paring dana, hanggeganjar saben dina. Lire kang bawa
laksana, hanetepi pangandika”
Halaman
yang mengupas berbagai nama dengan awalan I ini berlatar belakang lukisan
dekoratif karya pelukis ternama Intan S. Bono. Sekaligus mengisi biografi
pendek tentang Intan S. Bono. Sebagaimana banyak orang ketahui, pelukis dengan
keterbatasan fisik ini telah menorehkan karya-karya hebatnya di kancah nasional
maupun Internasional.
Berbagai
oraganisasi dan Komunitas di tampilkan juga di sini. Seperti Ikaragil, IKG, IMG
dan banyak sekali komunitas yang menggunakan nama “Ikatan”.
J. “Rikat
lampahing rata tan pantara. Prapteng sukuning arga, eram tumingale pakuwon
asrine. Dendeng saengga praja, umyung pradangga busekam wadya”
Halaman
yag di sambut dengan birunya Pantai Jogan menandai masuk pada entri J. Berbagai
tempat, hewan, benda dan kegiatan budaya berawalan nama atau sebutan J di
tampilkan. Lagi-lagi, permainan tradisional bernama JAMURAN ada di sana. Dan
Goa yang sangat terkenal bernama Jomblang pun ada. Yang menarik kita di sugguhi
perbendaharaan tentang rumah JOGLO, di sertakan ilustrasi atau gambar
kontruksinya.
K. “Rujag
uleg tambane wong lagi judheg. Sirahe mumet butuhe akeh dhuwit ra gableg. Alam
ndonya werna-werna kahanane, nyatane. Yen ra kuat imane berabe. Dha elinga,
marang Gusti Kang Kuwasa, manungsa. Ja tuman yen koe sugih bandha donya”
Foto pentas
Kethoprak Jampi Puyeng, dimana sosok Seniman Lawak kondang , Mbah Bardi, dan
teman-temannya menghiasi pembuka halaman ini.
Nama
tumbuhan berawalan K, nama bunga dari kata Kembang, nama Kiai, nama desa atau tempat berawalan K, dan
nama-nama Kali atau sungai ada di sini. Kliyek Menthek Jotho Kemil, yang
merupakan perhitungan hari dan pasaran dalam tradisi Jawa pun tak lepas
terkupas. Kode Pos Kelurahan se-Gunungkidul pun terdata apik pada halaman K
ini.
L. “E
eba senenge kanca tani dha nyawang tandurane. Nyambut gawe awak sayah seneng
atine. Pari lemu-lemu palawija lan uga sawernane. Katon subur tansah ijo kan
sarwa tinandur” (Manthous)
Bagi
pecinta langgam campur sari pasti tak asing dengan lirik lagu ini. Sekali lagi
lirik-lirik campur sari memang mengajak kita untuk ingat kembali bagaimana
sebenarnya tana Gungkidul ada dan bagaimana kita harus menjaga. Lesung,
Linggis, Limasan di kupas di sini.Bahkan LELEMBUT.
Kita juga di ingatkan akan satu tanaman Lembayung atau Mbayung, bahkan kita di
ingatkan akan sebuah lirik lagu dan tari dolanan anak.
“Kidang talun. Mangan kacang
talun. Mil kethemil mil kethemil. Si kidang mangan lembayung”
M. “Kalamun
cinandra pan yayah mahesa kurda. Bendhe umyung tengara budhale wadya. Kang
tinata carub wor dadi suajuga. Sang panganjur aba-aba nabuh tambur. Tetep ajeg
suling peling nut nirwana”
Disini
kita di kenalkan lagi bahwa kita pernha memiliki adat bernama MAHESA LAWUNG, Tradisi
arak-arakan atau kirab di Gedong, Bejiharjo, Karangmojo, adalah iring-iringan
gunungan dari hasil pertanian dan kerbau bule yang di arak bregada kraton,
sebagai simbol kaderisasi pertanian. Dimana anak-anak remaja akan segera di
beri tanggung jawab tentang pertanian.
Biografy
komplit tentang Manthous pun di sajikan di sini. Beberapa karya Maestro Campursari
ini pun di tampilkan.
Silsilah
leluhur masyarakat Ngawen yang berada di Gunung Gambar juga ditampilkan dari
entri tentang Mbah Gadingmas.
N. “Gegarane
wong akrami, dudu bondho dudu rupa. Amung Ati pawitane, luput pisan kena pisan.
Yen gampang-gampang kelangkung. Tan keno tinumbas arta”
NGADENI,
nama dari Parto Sentono, seorang Mpu, pembuat kerispun di sebut pada laman ini.
Ngadeni menjadi salah satu entri point pada huruf N, karena beliau tertulis
manis pada buku yang sudah di terjemahkan dan di terbitkan oleh Mizan, Pendekar-Pendekar
Besi Nusantara, yang di tulis oleh S.Ann Dunham yang tak lain adalah Ibu dari
Barack Obama. Presiden Amerika.
Ngarit
kegiatan mencari rumput untuk ternak juga masuk pada halaman ini. Juga Nginang,
dan nama-nama tempat atau desa,benda, kegiatan, budaya, adat dan lain-lain yang
berawalan N.
O. “Ing
wayah esuk jagone kluruk, rame swarane pating kemruyuk. Wadhuh senenge sedulur
tani, bebarengan padha nandur pari. Srengenene nyunar kulon prenahe, manuke
ngoceh ana wit-witan. Pating cemruwit rame swarane, tambah asri donya saisine”
Kegiatan
pertanian bernama Oncek Telo di jelaskan di sini. Dan ada lirik Lagam Campursari
karya Tedjo berjudul Kali Oya.
P. “Pra
taruna angunio, saniskara sanguning sagung dumadi Marsudi ing kawruh, kang akeh
gunane. Bisane sembada lakonana”
Pawon,
di jelaskan sedemikian rupa di sini. Pawon yang berarti dapur di jelaskan
secara gamblang bahwa kata Pawon berasal dari kata AWU. Nama Pari/Padi, Palawija,
Pacul, Palu di tampilkan di sini
Q. “Semut
ireng anak-anak sapi, kebo bongkang anyabrang begawan. Keong gondhang jrak
sungute, timun wusu godhong wulu. Surabaya geger kepati, geger angoyak macan.
Den wadhai bumbung, alun-alun Kartasura. Gajah Meta cinancang wit sidaguri mati
cineker ayam”
Kata
Qasidah mengisi laman ini bersama Pondok Pesantren Al-Qur’aniy dari Ngunut,
Playen Gunungkidul.
R. “Kae-kae
gendherane, aban putih ngawe-awe. Abang wani putih suci, iku dadi perlambange
Negara kita kang sunyata, wus mandhiri tur mardika”
Kata
Ruwahan, Ruwatan bahkan Ruwatan Bumi, Rinding Gumbeng, Rosario Sendang Ngijo di sajikan, dengan berbagai penjelasannya.
S. “Yo
kanca neng gisik gembira, alerab-lerab banyune segara. Angliyak numpak prau layar,
ing dina minggu keh pariwisata.”
Sambel
Cabuk, sambel khas Gunungkidul yang di buat dari biji wijen hitam sangrai di
tumbuk hadir pada laman ini. Tentu tak luput nama dan alamat Sekolah di
Gunungkidul, karena berawalan S sebagai SMK/SMU.
T. “Tunjung
bang trate, irim-irim atetaping kayu apu angringging lelumut kangngkungiro ijo,
sri gading diwasa renaning rejasa. Kembang karang sungsang, bogeme araras
raden”
Pada
entri untuk huruf T, di hadirkan kata Tata Rias beserta informasi dan
keanggotaan HARPI (Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia) Gunungkidul. Bersama
Tempe ada nama-nama Telaga se Gunungkidul. Dan Thuyul di hadirkan juga pada
laman ini.
U. “E e e mbok mesem, mrengut paedahe apa. E e
e mbok ya mesem, susah paedah e apa. Panjalukku dak tetepa ing janji”
Lirik
tembang dengan kata Mrengut apa paedahe, Susuah apa paedahe, yang berlatar
belakang seorang difable sedang membuat kerajinan dari bambu. Mengingatkan kita
bahwa siapapun punya hak untuk menjadi bagian dari pembangunan Gunungkidul.
Benda
Ungkal dan Umpak beserta fotonya di sajikan di sini bersama kata lain yang khas
Gunungkidul.
V. “Wanudya
ayu tama ngambar aruming kusuma wadana asawang sasi. Ri sedhenging purnama
sidi, netya njahit esmu lindri. Grana rungih milangeni, tuhu mustikaning putri.
Tetungguling widadari”
Kita
hanya akan menemukan 3 entri. Selain Vihara, 2 nama orang asing ini muncul pada
buku ini. Tentu kiprah mereka tidak bisa lepas dari sejarah Gunungkidul. Adalah
Van Der Hoop Arkeolog Belanda yang melakukan ekskavasi di daerah Sokoliman,
Ponjong pada tahun 1935. Dan Van Koeningswald orang jerman ini juga dalam
penelitiannya tentang manusia purba. Walau tak secara langsung terjun ke
Gunungkidul tetapi programnya yang bekerja bersama murid antropolognya dari
Swiss yaitu Rudolf Martin, menemukan sejumlah Fosil Homo Sapiens tipe
Austromelanised dan Mongoloid di daerah Gunungkidul.
W. “Ayo
kanca ayo kanca ngayahi karyaning praja. Kono kene kono kene gugur gunung
tandang gawe. Sayuk-sayuk rukun beberengan ro kancane. Lila lan legawa kanggo
mulyanig negara”
Wuwungan,
wadung, wajan, wakul, wayang dan lain-lain ada di sini. Bersama daftar Warnet yang
sempat terdata oleh pemerintah Gunungkidul. Bahkan kita di ingatkan kembali
atas keprcayaan atas makluk halus yang di sebut Wewe dan Wedon.
X.
Kosong-
"Lirik tembang Cublak-Cublak Suweng" Pada Buku Ensiklopedia Gunungkidul |
Y. "Jinejer
neng wedhatama, mrih tan kemba kembenganing pambudi. Mangkya nadyan tuwa pikun,
yen tan mikani rasa. Yekti asepah samun, samangsane pakumpalan, Gunyak ganyuk
nglelingsemi”
Dengan
Foto pembuka seorang pembatik, kata Yasinan dan Yayasan di sugguhkan. Tak
terlewatkan Yogyakarta dalam sejarahnya di sajikan pada laman Y ini. Bahkan tak
luput dari pengamatan penulis, seorang Koreografer Tari asal Gunungkidul
Yohanes Sutopo di sajikan biografy pendeknya. Tentu huruf Y di gunakan oleh Yu
Tum Gathot dan Thiwul.
Z. “Cilikanku
rambutku di cukur kuncung. Kathokku saka karung gandum. Klambiku warisane mbah
kakung. Sarapanku sambel korek sego jagung”
Ilustrasi
Photo seorang wanita tua sedang menggedong kayu bakar, mengantar kita pada kata
Ziarah Kubur, untuk laman Z. Ziarah Kubur mengingatkan betapa tradisi untuk
selalu ingat dan menghormati para leluhur adalah tradisi asli warga Gunungkidul
layak untuk di lestarikan.
"Buku Ensiklopedi Gunungkidul" |
Demikian
sekilas tentang Buku Ensiklopedia Gunungkidul ini. Buku yang di terbitkan oleh
Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah sungguh menerangkan betapa Mitos-mitos di
Gunungkidul bisa kita jadikan Etos untuk membangun Bumi Handayani ini.
Buku
yang di susun dan di tulis oleh putra-putri hebat asli Gunungkidul ini pasti
akan menjadi reverensi banyak hal dalam membangun dan menjaga Gunungkidul. Buku
ini pasti akan banyak di cari oleh masyarakat umum, namun memang untuk saat ini
buku ini masih akan di cetak terbatas sesuai program pemerintah.
Saya
merasa beruntung di percaya oleh Pak Darminto yang mendapat pinjaman buku ini
dari Ibu Bupati dan bisa mencoba menuliskan sedikit dari isi buku ini sebagai
pengingat betapa pentingnya buku-buku semacam untuk Gunungkidul. Sebagai warga
Gunungkidulpun saya merasa bangga dan takjub atas terbitnya buku ini. Betapa
tim penyusun dan penulis telah bekerja dengan sangat luar biasa agar buku ini
bisa tercipta. Dan tentu akan sangat berguna bagi siapa saja.
"Kekuatan sebuah buku adalah Inspirasi" Mari Membaca |
Kisah
inspiratif atas manfaat membaca pun tertulis dalam Kata Pengantar Wakil Bupati,
“Orang yang di
anggap stress itu suatu hari datang datang ke perpustakaan jalan Kolonel
Sugiyono. Awalnya orang itu melihat-lihat buku tentang bagaimana cara membuat
pot bunga. Lalu orang itu mengambil begitu saja buku itu dan bergegas pulang.
Tanpa memberi tahu petugas. Melihat hal itu petugas berniat menegurnya. Tapi
Pak Giyanto mencegah petugas itu, dengan harapan buku itu memberi manfaat bagi
orang itu.Beberapa waktu berlalu, tiba-tiba orang itu muncul kembali. Ia
mengatakan bahwa dari buku itu, ia telah bisa membuat pot bunga … menjadi
juragan Pot Bunga, dan peternak”
Buku ini
di sertai sambutan dari Bupati Gunungkidul Hj. Badingah, S.Sos, dan kata pengatar
dari wakil Bupati Drs. H. Immawan
Wahyudi, MM.
"Sejarah yang membuat, mereka mencatat" |
Biodata
Para Penulis pun di sertakan;
1.
Sugiyanto,
BBA, SIP, MM ; Kepala KPAD Gunungkidul
2.
M.
Hariwijaya, SS., M.SI; Sastrawan, Budayawan, Sejarahwan.
3.
Acep
Yonny, SS ; Pengelola Studio Kata-Kata
4.
R.
Toto Sugiharto, SS ; Sastrawan
5.
Amiruddin
Zuhri, SIP ; Redaktur Pelaksana HARJO
6.
Beniaty
Listyarini, S,PD., M.PD. ; Dosen UNY
wah, saya juga harus membaca ensiklopedi gk tercinta. beli dimana mas?
BalasHapussalam
http://jarwadi.me
http://jarwadi.blogdetik.com
bukunya masih cetak terbatas sesuai program pemkab, mas. Tapi yang saya tahu pasti ada dan bisa di akses publik itu KPAD Gunungkidul.
Hapussalam
"Kekuatan sebuah buku adalah inspirasi"
BalasHapusMaka mari membaca, mas. (membaca mantra)
Hapus