Jumat, 10 Januari 2014

ENSIKLOPEDI GUNUNGKIDUL - Dari Mitos Menggapai Etos

"Dari Mitos Menggapai Etos"
“Memaknai dan memahami sesuatu tidak bisa di lakukan hanya dengan melihat apa yang tengah terjadi. Untuk bisa mengerti suatu hal, tidak bisa pula hanya dengan melihat dari satu sisi.
Masyarakat, alam, dengan segala aneka budayanya bukanlah hasil dari sebuah sim salabim. Tetapi terbentuk  dari perjalanan dengan jarak dan rentang waktu yang begitu panjang.”

Demikian beberapa kalimat yang saya penggal dari Kata Pengatar Penulis Buku Ensiklopedia Gunungkidul terbitan Pertama Desember 2013. Yang boleh saya artikan bahwa memang dalam memandang segala hal untuk sebaiknya bijak menyikapi. Sesuatu hal bisa ada karena sebab-sebab yang sebenarnya sangat bisa di logika. Apa, Mengapa dan Bagaimana adalah penelisikan sederhana untuk melihat segala sesuatu itu exis dan di percaya.
Skenario besar pada buku ini tertulis jelas “Dari Mitos Menggapai Etos” sebagai tujuan utama, buku ini sepertinya memang di buat memang untuk menumbuhkan Etos Gunungkidul. Dengan  didasari adanya ribuan mitos yang tersebar secara turun temurun di Gunungkidul. Tentunya Mitos yang di anggap positif dan membangunlah yang di ambil. Beberapa mitos memang sudah punah dan tak bisa lagi di gugah, tetapi mitos-mitos yang masih kental terdengar di Gunungkidul, sangat jelas di paparkan di beberapa entri. Namun jangan mengharapkan adanya tulisan tentang Mitos Pulung Gantung. Pada daftar huruf P maupun G tidak saya temukan mitos tersebut.


Buku ini menjadi menarik sekali karena bak kamus tentang per-GUNUNGKIDUL-an. Kita bisa menemukan banyak hal baik yang masih ada maupun yang tinggal cerita. Dari mitologi sampai teknologi tercurahkan di sini.
Terlepas dari beberapa bab seperti sejarah ketupat di Gunungkidul yang masih perlu pendalaman lebih, buku ini sungguh bisa membuka mata kita akan Gunungkidul yang sesungguhnya. Gunungkidul yang semakin hari semakin di hadapakan pada tantangan perkembangan  jaman. Buku ini mencoba mengingatkan kembali dimana bumi di pijak di situ langit di junjung, sekaligus mengingatkan untuk kita kini dan anak-cucu kita di kemudian hari bahwa Gunungkidul memang sungguh sangat luar biasa adanya.
Buku yang mengupas dari A sampai Z nya Gunungkidul ini berisi berbagai informasi. Dari hal-hal yang sangat remeh temeh sampai hal-hal yang spektakuler. Memang tidak sepenuhnya sempurna. Tetapi Buku ini semakin meyakinkan kita untuk mengapresiasi setiap benda, alam, budaya, adat, dan lain sebagainya yang lahir, yang muncul, yang di ciptakan, yang ada dari dan untuk Gunungkidul.


Siapa yang masih tidak yakin akan derajat dan martabat darah dan daging asli Gunungkidul? Jika masih ada maka kita telah di ingatkan kembali oleh kata pengantar para penulis,


“Dari manusia yang hidup di gua sampai manusia purba yang membentuk koloni-koloni kemasyarakatan yang teratur. Gunungkidul menjadi saksi bahkan menjadi bagian dari sejarah terbentuknya Indonesia…” 
Di tegaskan adanya kepercayaan bahwa Turunnya Wahyu Mataram atau raja-raja Mataram yang akan berkuasa berasal dari keturunan Bumi Gunungkidul ini (Turunya Wahyu Mataram).

Bahkan buku ini juga memberikan jalan setapak untuk menengok ke belakang. Bahwa peradaban manusia di Gunungkidul dengan segala kebiasaaanya yang menjadi adat telah di bentuk, di buat dan di lakukan jauh beratus bahkan ribuan tahun yang lalu. Juga kita akan di giring untuk kritis bahwa sebelum pelarian Majapahit masuk ke Gunungkidul, peradaban di Gunungkidul sudah lebih dulu ada dan maju. Pola hidup serta budaya yang ada sekarang tidak lepas dari pengembangan-pengembangan peradaban dari generasi ke generasi. Mau di akui atau tidak, kebiasaan manusia purba pun masih bisa kita temui saat ini. 

“Kehidupan manusia Gunungkidul juga sudah berlangsung sejak zaman purba. Berbagai situs manusia purba banyak di temukan di sudut-sudut Gunungkidul.”

Masihkah kita mau ingkari warisan leluhur? Warisan manusia Purba yang telah memulai kehidupan di tanah ini?!
Mari kita intip apa isi buku setebal lebih dari 1000 halaman ini.

"Mari Mengintip"

A.  “Ing wayah esuk jagone kluruk, Rame swarane pating kemruyuk. Wadhuh senenge sedulur tani. Bebarengan padha nandur pari” Ki Narto Sabdo
Penjelasan tentang ungkapan klasik “Adoh Ratu Cerak Watu” yang menggambarkan kondisi geologis yang berbatu dan letak geografis yang jauh dari pusat pemerintahan bisa kita temukan di entri A ini. Akasia, abon, apem, Alas Mangir, Alas Linggamanik, anglo, athi-athi (pewayangan) dan banyak lagi bisa kita temukan di sini.

B.  “Bumi gonjang-ganjing langit kelap-kelop katon Lir kincanging alis risang maweh gandrung. Sabarag kadulu wukir moyag-mayig, saking tyas baliwur lumaris agandrung. Duh ari sumitra tanaya paran reh, kabeh sining wana nangsayeng maringsung”
Halaman dengan Photo Cing-Cing Goling di sisi kiri dan Para Pemain Rinding Gumbeng di sisin kanan ini menghiasi “gapuro” masuk entri huruf B. Berisi beberapa cerita babad, babon angrem pada motif batik, nama desa atau daerah berawal huruf B mengisi halaman demi halaman. Bahkan “Basbasan” yaitu permainan yang juga hampir punah di urai secara informatif. Berbagai jenis Batu dan segala sesuatu yang namanya berawal dari huruf B tersaji.

C.   “Gethuk asale saka telo, mata ngantuk iku tambane apa. Gethuk asale saka tela, yen ra manthuk atine rada gelo. Ja ngono mas aja aja ngono. Kadhung janji mas aku megko gelo” Manthous
Lirik lagu campur sari yang sangat populer ini mengawali entri Huruf C. Dimana kata CAMPURSARI masuk di dalamnya. Lirik lagu Gethuk ini sekaligus mengelitik para seniman Campursari akan asal usul dan falsafah yang seharusnya di bawa oleh setiap apapun yang berhubungan dengan Campursari. Bahkan sedikit mengkritisi maraknya Campursari yang terisi oleh lirik dan pembawaan “nakal” atau “saru” sekarang-sekarang ini.
Tak luput hewan bernama Cleret Gombel, kejadian alam bernama Cleret taun muncul pada bab ini. Cupu, caping, cengkaruk juga di kupas. Bahkan Lagu anak-anak Cublak-cublak Suweng pun tertulis rapi. Dan di kupas pula filosofi yang terkandung di dalamnya. Dan tentu masih banyak lagi.
"Kritik Campursari"
D.   “Jumangkah hanggro sesumbar, lindu gonjing gumaludug. Guntur ketug umob kang jaladri”
Kalimat ini membuka “gapura” entri segala sesuatu yang berawal dengan huruf D. Entri ini berlatar belakang Ibu Siti Badriyah dari Dengok, Playen saat menerima piagam kalpataru dari Presiden RI SBY untuk kategori Pengabdi Lingkugan Hidup Tahun 2012. Dandang, Dadap Srep,
Damen dan nama-nama Desa di munculkan. Bahkan kata Danyang (roh yang di percaya sebagai roh leluhur suatu tempat atau desa) juga di kupas. Bagi yang ingin mengenal nama-nama Dalang dari Gunungkidul pada entri DALANG di tulis daftar nama dan alamat para penggiat seni pedalangan di Gunungkidul.

E.  “Buta Pandawa tata gati wisaya. Indriyaksa sara maruta, pawana bana margana. Samirana lan warayang, panca bayu wisikan guligan lima”
Photo aktivitas nelayan yang sedang mengurai jaring dalam warna Sephia menghiasi “pintu masuk” E. Edy Laras, tokoh seni yang masih exsis ini di bahas pada entri ini. Egrang, permainan anak-anak yang di buat dari bambu yang di beri pijakan pun di sajikan. Bahkan kita di jelaskan arti dari kiasan EMAS PUTIH yang berarti air sebagai sumber kehidupan. Dan peribahasa Empuk Eyup Keplok Gerong juga di masukan.

F.  “Gandane kang kembang gadung, lawan sekar-sekar menur. Kang esmu arum winor lan oyot-oyotan, kadi kusuma kang mangambar-ambar. Wor kkusing dupa kang kumelun kadi kusuma memba bathara”
Nama Pondok Pesantren Fajrus Sa”adah yang berada di Bansari, Kepek, Wonosari masuk pada entri ini. Bersama istilah dan info tentang Festival (FKG), Forum Wartawan, dan Fuku Tyookan yang merupakan Komandan Pasukan setingkat Bupati di Gunungkidul pada masa pendudukan Jepang.

G.  “Bagni pawaka siking geni guna kaya, trining rana kaya lena. Huta huti jatha hagni nala huta waka. Wujika tiga wuninga, keksi mulat mangkanira”
Gatheng, permainan tradisional. Gamelan, alat musik. Gathot, Gaplek, Gathul, Gedhek, Gejog Lesung dan banyak G yang di munculkan. Bahkan Galaksi Kinanthi, sebuah novel karya Tasaro GK, yang berkisah tentang gadis dari kaki Gunungkidul yang hidupnya sengsara namun akhirnya menemukan kehidupannya yang luar biasa-pun tak luput dari kupasan pada halaman G ini.
Yang tak kalah menarik ilustrasi pada kata GENTHONG, menjabarkan bagaimana genthong di jadikan alat pembuat air bersih yang siap konsumsi.

H. “Hajrah ingkang puspita rum, kasiliring samirana mrik. Sekar gadhung kongas gandanya, maweh raras renaning driya”
Selain nama-nama Pondok Pesantren di Gunungkidul dengan nama “AL-H…”, nama-nama Hotel dan Hutan di sajikan di sini. Hindu juga tersaji.

I.   “Dene utamaning nata, berbudi bawa leksana. Lire ber budu mangkana, Lila legawa ing driya. Hanggung denya paring dana, hanggeganjar saben dina. Lire kang bawa laksana, hanetepi pangandika”
Halaman yang mengupas berbagai nama dengan awalan I ini berlatar belakang lukisan dekoratif karya pelukis ternama Intan S. Bono. Sekaligus mengisi biografi pendek tentang Intan S. Bono. Sebagaimana banyak orang ketahui, pelukis dengan keterbatasan fisik ini telah menorehkan karya-karya hebatnya di kancah nasional maupun Internasional.
Berbagai oraganisasi dan Komunitas di tampilkan juga di sini. Seperti Ikaragil, IKG, IMG dan banyak sekali komunitas yang menggunakan nama “Ikatan”.

J.   “Rikat lampahing rata tan pantara. Prapteng sukuning arga, eram tumingale pakuwon asrine. Dendeng saengga praja, umyung pradangga busekam wadya”
Halaman yag di sambut dengan birunya Pantai Jogan menandai masuk pada entri J. Berbagai tempat, hewan, benda dan kegiatan budaya berawalan nama atau sebutan J di tampilkan. Lagi-lagi, permainan tradisional bernama JAMURAN ada di sana. Dan Goa yang sangat terkenal bernama Jomblang pun ada. Yang menarik kita di sugguhi perbendaharaan tentang rumah JOGLO, di sertakan ilustrasi atau gambar kontruksinya.

K. “Rujag uleg tambane wong lagi judheg. Sirahe mumet butuhe akeh dhuwit ra gableg. Alam ndonya werna-werna kahanane, nyatane. Yen ra kuat imane berabe. Dha elinga, marang Gusti Kang Kuwasa, manungsa. Ja tuman yen koe sugih bandha donya”  
Foto pentas Kethoprak Jampi Puyeng, dimana sosok Seniman Lawak kondang , Mbah Bardi, dan teman-temannya menghiasi pembuka halaman ini.
Nama tumbuhan berawalan K, nama bunga dari kata Kembang, nama Kiai,  nama desa atau tempat berawalan K, dan nama-nama Kali atau sungai ada di sini. Kliyek Menthek Jotho Kemil, yang merupakan perhitungan hari dan pasaran dalam tradisi Jawa pun tak lepas terkupas. Kode Pos Kelurahan se-Gunungkidul pun terdata apik pada halaman K ini.

L.   “E eba senenge kanca tani dha nyawang tandurane. Nyambut gawe awak sayah seneng atine. Pari lemu-lemu palawija lan uga sawernane. Katon subur tansah ijo kan sarwa tinandur” (Manthous)
Bagi pecinta langgam campur sari pasti tak asing dengan lirik lagu ini. Sekali lagi lirik-lirik campur sari memang mengajak kita untuk ingat kembali bagaimana sebenarnya tana Gungkidul ada dan bagaimana kita harus menjaga. Lesung, Linggis, Limasan di kupas di sini.Bahkan LELEMBUT.


Kita juga di ingatkan akan satu tanaman Lembayung atau Mbayung, bahkan kita di ingatkan akan sebuah lirik lagu dan tari dolanan anak.

“Kidang talun. Mangan kacang talun. Mil kethemil mil kethemil. Si kidang mangan lembayung”

M. “Kalamun cinandra pan yayah mahesa kurda. Bendhe umyung tengara budhale wadya. Kang tinata carub wor dadi suajuga. Sang panganjur aba-aba nabuh tambur. Tetep ajeg suling peling nut nirwana”
Disini kita di kenalkan lagi bahwa kita pernha memiliki adat bernama MAHESA LAWUNG, Tradisi arak-arakan atau kirab di Gedong, Bejiharjo, Karangmojo, adalah iring-iringan gunungan dari hasil pertanian dan kerbau bule yang di arak bregada kraton, sebagai simbol kaderisasi pertanian. Dimana anak-anak remaja akan segera di beri tanggung jawab tentang pertanian.
Biografy komplit tentang Manthous pun di sajikan di sini. Beberapa karya Maestro Campursari ini pun di tampilkan.
Silsilah leluhur masyarakat Ngawen yang berada di Gunung Gambar juga ditampilkan dari entri tentang Mbah Gadingmas.

N.  “Gegarane wong akrami, dudu bondho dudu rupa. Amung Ati pawitane, luput pisan kena pisan. Yen gampang-gampang kelangkung. Tan keno tinumbas arta”
NGADENI, nama dari Parto Sentono, seorang Mpu, pembuat kerispun di sebut pada laman ini. Ngadeni menjadi salah satu entri point pada huruf N, karena beliau tertulis manis pada buku yang sudah di terjemahkan dan di terbitkan oleh Mizan, Pendekar-Pendekar Besi Nusantara, yang di tulis oleh S.Ann Dunham yang tak lain adalah Ibu dari Barack Obama. Presiden Amerika.
Ngarit kegiatan mencari rumput untuk ternak juga masuk pada halaman ini. Juga Nginang, dan nama-nama tempat atau desa,benda, kegiatan, budaya, adat dan lain-lain yang berawalan N.

O.  “Ing wayah esuk jagone kluruk, rame swarane pating kemruyuk. Wadhuh senenge sedulur tani, bebarengan padha nandur pari. Srengenene nyunar kulon prenahe, manuke ngoceh ana wit-witan. Pating cemruwit rame swarane, tambah asri donya saisine”
Kegiatan pertanian bernama Oncek Telo di jelaskan di sini. Dan ada lirik Lagam Campursari karya Tedjo berjudul Kali Oya.

P. “Pra taruna angunio, saniskara sanguning sagung dumadi Marsudi ing kawruh, kang akeh gunane. Bisane sembada lakonana”
Pawon, di jelaskan sedemikian rupa di sini. Pawon yang berarti dapur di jelaskan secara gamblang bahwa kata Pawon berasal dari kata AWU. Nama Pari/Padi, Palawija, Pacul, Palu di tampilkan di sini

Q.  “Semut ireng anak-anak sapi, kebo bongkang anyabrang begawan. Keong gondhang jrak sungute, timun wusu godhong wulu. Surabaya geger kepati, geger angoyak macan. Den wadhai bumbung, alun-alun Kartasura. Gajah Meta cinancang wit sidaguri mati cineker ayam”
Kata Qasidah mengisi laman ini bersama Pondok Pesantren Al-Qur’aniy dari Ngunut, Playen Gunungkidul.

R.  “Kae-kae gendherane, aban putih ngawe-awe. Abang wani putih suci, iku dadi perlambange Negara kita kang sunyata, wus mandhiri tur mardika”
Kata Ruwahan, Ruwatan bahkan Ruwatan Bumi, Rinding Gumbeng, Rosario Sendang Ngijo  di sajikan, dengan berbagai penjelasannya.

S.  “Yo kanca neng gisik gembira, alerab-lerab banyune segara. Angliyak numpak prau layar, ing dina minggu keh pariwisata.”
Sambel Cabuk, sambel khas Gunungkidul yang di buat dari biji wijen hitam sangrai di tumbuk hadir pada laman ini. Tentu tak luput nama dan alamat Sekolah di Gunungkidul, karena berawalan S sebagai SMK/SMU.

T.  “Tunjung bang trate, irim-irim atetaping kayu apu angringging lelumut kangngkungiro ijo, sri gading diwasa renaning rejasa. Kembang karang sungsang, bogeme araras raden”
Pada entri untuk huruf T, di hadirkan kata Tata Rias beserta informasi dan keanggotaan HARPI (Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia) Gunungkidul. Bersama Tempe ada nama-nama Telaga se Gunungkidul. Dan Thuyul di hadirkan juga pada laman ini.

U.  “E e e mbok mesem, mrengut paedahe apa. E e e mbok ya mesem, susah paedah e apa. Panjalukku dak tetepa ing janji”
Lirik tembang dengan kata Mrengut apa paedahe, Susuah apa paedahe, yang berlatar belakang seorang difable sedang membuat kerajinan dari bambu. Mengingatkan kita bahwa siapapun punya hak untuk menjadi bagian dari pembangunan Gunungkidul.
Benda Ungkal dan Umpak beserta fotonya di sajikan di sini bersama kata lain yang khas Gunungkidul.

V.  “Wanudya ayu tama ngambar aruming kusuma wadana asawang sasi. Ri sedhenging purnama sidi, netya njahit esmu lindri. Grana rungih milangeni, tuhu mustikaning putri. Tetungguling widadari”
Kita hanya akan menemukan 3 entri. Selain Vihara, 2 nama orang asing ini muncul pada buku ini. Tentu kiprah mereka tidak bisa lepas dari sejarah Gunungkidul. Adalah Van Der Hoop Arkeolog Belanda yang melakukan ekskavasi di daerah Sokoliman, Ponjong pada tahun 1935. Dan Van Koeningswald orang jerman ini juga dalam penelitiannya tentang manusia purba. Walau tak secara langsung terjun ke Gunungkidul tetapi programnya yang bekerja bersama murid antropolognya dari Swiss yaitu Rudolf Martin, menemukan sejumlah Fosil Homo Sapiens tipe Austromelanised dan Mongoloid di daerah Gunungkidul.

W.  “Ayo kanca ayo kanca ngayahi karyaning praja. Kono kene kono kene gugur gunung tandang gawe. Sayuk-sayuk rukun beberengan ro kancane. Lila lan legawa kanggo mulyanig negara”
Wuwungan, wadung, wajan, wakul, wayang dan lain-lain ada di sini. Bersama daftar Warnet yang sempat terdata oleh pemerintah Gunungkidul. Bahkan kita di ingatkan kembali atas keprcayaan atas makluk halus yang di sebut Wewe dan Wedon.

X.     Kosong-


"Lirik tembang Cublak-Cublak Suweng"
Pada Buku Ensiklopedia Gunungkidul
Y.    "Jinejer neng wedhatama, mrih tan kemba kembenganing pambudi. Mangkya nadyan tuwa pikun, yen tan mikani rasa. Yekti asepah samun, samangsane pakumpalan, Gunyak ganyuk nglelingsemi”
Dengan Foto pembuka seorang pembatik, kata Yasinan dan Yayasan di sugguhkan. Tak terlewatkan Yogyakarta dalam sejarahnya di sajikan pada laman Y ini. Bahkan tak luput dari pengamatan penulis, seorang Koreografer Tari asal Gunungkidul Yohanes Sutopo di sajikan biografy pendeknya. Tentu huruf Y di gunakan oleh Yu Tum Gathot dan Thiwul.

Z.  “Cilikanku rambutku di cukur kuncung. Kathokku saka karung gandum. Klambiku warisane mbah kakung. Sarapanku sambel korek sego jagung”  
Ilustrasi Photo seorang wanita tua sedang menggedong kayu bakar, mengantar kita pada kata Ziarah Kubur, untuk laman Z. Ziarah Kubur mengingatkan betapa tradisi untuk selalu ingat dan menghormati para leluhur adalah tradisi asli warga Gunungkidul layak untuk di lestarikan.

"Buku Ensiklopedi Gunungkidul"
Demikian sekilas tentang Buku Ensiklopedia Gunungkidul ini. Buku yang di terbitkan oleh Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah sungguh menerangkan betapa Mitos-mitos di Gunungkidul bisa kita jadikan Etos untuk membangun Bumi Handayani ini.
Buku yang di susun dan di tulis oleh putra-putri hebat asli Gunungkidul ini pasti akan menjadi reverensi banyak hal dalam membangun dan menjaga Gunungkidul. Buku ini pasti akan banyak di cari oleh masyarakat umum, namun memang untuk saat ini buku ini masih akan di cetak terbatas sesuai program pemerintah.
Saya merasa beruntung di percaya oleh Pak Darminto yang mendapat pinjaman buku ini dari Ibu Bupati dan bisa mencoba menuliskan sedikit dari isi buku ini sebagai pengingat betapa pentingnya buku-buku semacam untuk Gunungkidul. Sebagai warga Gunungkidulpun saya merasa bangga dan takjub atas terbitnya buku ini. Betapa tim penyusun dan penulis telah bekerja dengan sangat luar biasa agar buku ini bisa tercipta. Dan tentu akan sangat berguna bagi siapa saja.

"Kekuatan sebuah buku adalah Inspirasi"
Mari Membaca
Kisah inspiratif atas manfaat membaca pun tertulis dalam Kata Pengantar Wakil Bupati,
“Orang yang di anggap stress itu suatu hari datang datang ke perpustakaan jalan Kolonel Sugiyono. Awalnya orang itu melihat-lihat buku tentang bagaimana cara membuat pot bunga. Lalu orang itu mengambil begitu saja buku itu dan bergegas pulang. Tanpa memberi tahu petugas. Melihat hal itu petugas berniat menegurnya. Tapi Pak Giyanto mencegah petugas itu, dengan harapan buku itu memberi manfaat bagi orang itu.Beberapa waktu berlalu, tiba-tiba orang itu muncul kembali. Ia mengatakan bahwa dari buku itu, ia telah bisa membuat pot bunga … menjadi juragan Pot Bunga, dan peternak”

Buku ini di sertai sambutan dari Bupati Gunungkidul Hj. Badingah, S.Sos, dan kata pengatar dari wakil Bupati  Drs. H. Immawan Wahyudi, MM.
"Sejarah yang membuat, mereka mencatat" 
Biodata Para Penulis pun di sertakan;
1.      Sugiyanto, BBA, SIP, MM ; Kepala KPAD Gunungkidul
2.      M. Hariwijaya, SS., M.SI; Sastrawan, Budayawan, Sejarahwan.
3.      Acep Yonny, SS ; Pengelola Studio Kata-Kata
4.      R. Toto Sugiharto, SS ; Sastrawan
5.      Amiruddin Zuhri, SIP ; Redaktur Pelaksana HARJO
6.      Beniaty Listyarini, S,PD., M.PD. ; Dosen UNY












4 komentar:

  1. wah, saya juga harus membaca ensiklopedi gk tercinta. beli dimana mas?

    salam
    http://jarwadi.me
    http://jarwadi.blogdetik.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. bukunya masih cetak terbatas sesuai program pemkab, mas. Tapi yang saya tahu pasti ada dan bisa di akses publik itu KPAD Gunungkidul.

      salam

      Hapus
  2. "Kekuatan sebuah buku adalah inspirasi"

    BalasHapus