Minggu, 30 Maret 2014

Menyusuri Jejak Dari Mbah Yono Benguk

"Tangan Sang Pengendang"
SMS ke dua malam itu masuk ke hp saya, sebagai sebuah undangan untuk menghadiri acara ulang tahun. 

“Diharap kehadirannya dalam acara ulang tahun ... Mbah Yono" 
Nama Mbah Yono membuat saya teringat dengan catatan saya tentang nama yang saya anggap tokoh seni untuk saya temui empat mata. Ingin sekali berbincang dan mencoba merekam cerita-ceritanya. Ya beliau adalah salah satu pengrawit Campursari Gunungkidul yang masuk dalam daftar untuk saya temui.
Undangan lewat SMS itu hanya berselang sekitar 1 jam dari jam di mulainya acara. Padahal saya sudah terlanjur berencana untuk menengok orang tua sahabat yang sedang sakit di rumah sakit. SMS itupun tak saya balas dan saya lupakan. Toh acara ulang tahun tidak masuk dalam kategori “Harus” bagi saya. Saya lebih siap siaga untuk undangan acara mendoakan orang yang sudah meninggal dari pada acara ulang tahun heee.

Jumat, 21 Maret 2014

Sanepa Mawa Tengara

Bagian III pada halaman 53. 
Sanepa adalah sindiran gaya orang Jawa. Dimana dengan sanepa ini orang yang tersindir tidak akan tersinggung karena di paksa berpikir 2 kali untuk mengartikan maksud dan tujuan. Sanepa dalam bentuk sindiran ini menjadi sangat kuat karena mengimbaratkan sesuatu dengan lain hal. Berikut Beberapa Sanepa Mawa tengara adalah;

Isbat

Bagian V ini pada halaman 165. Tambahan atau contoh-contoh pasemon, sanepa dan piwulang yang bersifat bebas yang tidak harus di kategorikan seperti di atas. Namun bermakna telah menjadi ketentuan, ketetapan sekaligus pesan yang dalam. 
Tentu masih dengan gaya sindiran ala Jawa yang tetap kental terasa. Mungkin lebih tepat bisa di sebut peribahasa atau paribasan dalam bahasa Jawa namun bermakna ajaran yang sangat dalam.
Contoh seperti 

Piwulang Kautaman

Bagian IV ini pada halaman 59. Piwulang berarti nasehat, Kautaman berarti keutamaan. Berbeda dengan Sesanti, sesanti lebih kepada pengobar semangat. Sedangkan piwulang terasa lebih tenang dan refleksi spiritual karena mengandung ajaran budi pekerti. Piwulang Kautaman dalam budaya Jawa adalah memberi pembelajaran untuk mempertajam kepekaan agar bisa memilih yang baik dan benar.

Berikut beberapa contoh Piwulang Kautaman dalam budaya Jawa,

Pasemon Dan Tradisi

Pasemon adalah sindiran halus yang di tunjukan untuk penguasa atau pejabat. Sistem Pranata sosial Jawa yang penuh hirarki, melahirkan konsekwensi kelas kata dalam bahasa. Demikian pula dalam menyampaikan pendapat dan mengkritik tentu tidak bisa sembarangan.
Satu contoh ketika orang Jawa hendak menyampaikan permohonan kepada raja dilakukan melalui “PEPE” atau berjemur di alun-alun hingga sang penguasa berkenan menerimanya di bangsal kerajaan.

Bahasa Pasemon sangat Indah dan memerlukan pencernaan lebih dari sekedar bahasa tutur semata.

Berikut beberapa Pasemon yang tetulis pada bab Pasemon dan Tradisi.

Semiotika Jawa Karya M.Hariwijaya

Judul ; Semiotika Jawa - Kajian Makna Falsafah Tradisi-

Penulis ; M. Hariwijaya

Penerbit ;  Paradigma Indonesia

Cetakan Pertama Februari 2013
Copyright @M.Hariwijaya

Layout ; Hagas

Design sampul ; Chandra

Selasa, 18 Maret 2014

Babad Seni#3 - IPG 2014 (Dalam Opiniku)

"Babad Seni #3 - IPG 2014"
Sebongkah Manifestasi Perseteruan Identitas Sentralistik, demikian sang kurator (Netok Sawiji) menjabarkan tema Babad Seni #3 - Pameran Seni Rupa Gunungkidul 2014 - ini. Tema “Adoh Ratu Cerak Watu” yang di jabarkan dengan kalimat keren tetapi asing bagi sebagian awam. Namun mungkin demikianlah bahasa yang layak di gunakan untuk menjabarkan tema Pameran karya para perupa Gunungkidul yang tergabung dalam wadah Ikatan Perupa Gunungkidul (IPG). 

Kata-kata Adoh Ratu Cerak Watu sendiri sudah sedemikian akrab bagi sebagian besar warga Gunungkidul. Adoh Ratu Cerak Watu sendiri sudah mampu di jabarkan secara harafiah. Secara geografis dan politik, jarak dan kondisi alam yang harus di tempuh (geografy) untuk menjerumuskan diri pada birokrasi-birokrasi (politik) setingkat propinsi memang sangat membutuhkan waktu yang tidak pendek. Namun pada era sekarang faktor ini bisa di minimalisir dengan teknologi. Dengan begitu jarak yang ada sebenarnya sudah tidak menjadi semacam keluh kesah untuk menemui “Sang Ratu” lagi. Karena pada dasarnya “Adoh Ratu” dirasakan tidak sendirian. 

Kamis, 13 Maret 2014

Mencari Jampi (untuk obat) Puyeng

"Jhony Sang Empunya Omah Jowo"
Begitu aku parkirkan motor beat warna pink milik istriku, yang ku pakai malam itu 7 Maret 2014. (Sebanarnya trailku sendiri sudah ku siapkan, namun suara knalpot untuk malam serasa kurang nyaman). Aku langsung menengok jam di hp yang menunjukan pukul 18.55. Ternyata aku masih menjadi manusia yang belum berubah sejak masa remaja, pikirku. Mencoba On Time, tidak in time apa lagi between time. Kecuali ada yang sangat2 tidak tertolak untuk jadi alasan. Itupun pasti akan kucoba jelaskan sebelumnya. Sebisa mungkin. Alasan jam karet biarlah menjadi alasan liyan tapi tidak untuk saya. Bahkan saya lebih memilih untuk tidak memenuhi janji jika ternyata saya tak mampu tepat waktu. Biarlah prinsip lebih baik terlambat itu menjadi milik liyan. Ya atau Tidak, itu saja.

Senin, 10 Maret 2014

Rukun Gunungkidul, Pemilu 2014

"Jaga Kerukunan Umat"
Banner atau baliho yang terpampang mencolok di depan alun-alun Pemkab Gunungkidul yang berada di pojok sebelah barat daya adalah pesan FKUB untuk semua warga. Tanpa terkecuali! Pesan untuk menjaga kerukunan antar umat menjadi sangat penting untuk di sampaikan, mengingat pesta demokrasi yang sangat rentan terhadap provokasi masa. Kerusuhan bisa sangat mungkin terjadi dengan menghadirkan isu berbau agama yang ada, baik melalui institusi atau kelompok maupun secara individu. Propaganda negatif untuk meraih masa militan bagi masing-masing partai bisa saja di “goreng” dengan minyak agama. Menjaga kerukunan antar umat beragama ini jelas sangat penting untuk dengungkan dan semakin gencar di kampanyekan. Mengingat kemajemukan masyarakat Gunungkidul yang ada sampai saat ini.