Pasemon
adalah sindiran halus yang di tunjukan untuk penguasa atau pejabat. Sistem
Pranata sosial Jawa yang penuh hirarki, melahirkan konsekwensi kelas kata dalam
bahasa. Demikian pula dalam menyampaikan pendapat dan mengkritik tentu tidak
bisa sembarangan.
Pasemon dan Tradisi ini di tulis dari halaman 21 - 52.
Satu contoh ketika orang Jawa hendak menyampaikan permohonan kepada raja
dilakukan melalui “PEPE” atau berjemur di alun-alun hingga sang penguasa
berkenan menerimanya di bangsal kerajaan.
Bahasa Pasemon sangat Indah dan memerlukan pencernaan lebih dari sekedar bahasa
tutur semata.
1. Alelungan datan kongsi bebasan kaselak kampuhe bedhah
Bepergian belum sampai tujuan keburu kainnya sobek. Adalah kritik sosial para
pujangga Jawa untuk Kraton Demak.
2. Cangkrama putung watange.
Pergi berburu patah tombaknya. Adalah kritik sosial politik para pujangga Jawa
kepada perang Kerajaan Pajang.
3. Damarwulan semune asmara kingkin.
Si tampan Damarwulan kecewa karena cinta. Adalah pasemon atau sindiran yang di
tujukan pada seorang raja yang tampan tetapi kecewa karena cintanya di tolak
wanita.
4. Jemparing lepas semune tanpa gendhewa.
Panah lepas agaknya tanpa busur. Adalah kritik sosial pedas rakyat untuk Sultan
HB III yang pada saat itu hampir segala kemauannya tidak berdasar pada adat
kebiasaan Jawa.
5. Macan galak semune curiga kethul.
Harimau buas ternyata kerisnya tumpul. Adalah kritik sosial politik untuk
Kraton Majapahit pada akhir masanya, namanya masih terkenal tapi kehilangan
kekuatan.
6. Jago Tarungan kalangan jroning kurungan.
Ayam aduan terkurung dalam kurungan. Adalah kritik rakyat pada Sri Paku Buwana VIII (1858-1861) di Surakarta dan Sultan Hamengku Buwana VI di Yogyakarta yang di rasa hanya berkuasa di dalam istana saja. Sementara di luar istana secara de facto maupun de yure kekuasaan ada di tangan Belanda.
6. Jago Tarungan kalangan jroning kurungan.
Ayam aduan terkurung dalam kurungan. Adalah kritik rakyat pada Sri Paku Buwana VIII (1858-1861) di Surakarta dan Sultan Hamengku Buwana VI di Yogyakarta yang di rasa hanya berkuasa di dalam istana saja. Sementara di luar istana secara de facto maupun de yure kekuasaan ada di tangan Belanda.
Dan masih banyak lagi yang di tulis. Membaca bagian ini seolah otak di ajak menjadi 3 bagian. 1. memahami makna Pasemon. 2. mempelajari sejarah. 3. Berontak dengan realita saat ini.
Pasemon dan Tradisi ini di tulis dari halaman 21 - 52.
sedang menjadi 3 bagian. lebih tepatnya bagian ke tiga.
BalasHapus