![]() |
"Jaga Kerukunan Umat" |
Banner atau baliho yang terpampang mencolok di depan alun-alun Pemkab
Gunungkidul yang berada di pojok sebelah barat daya adalah pesan FKUB untuk
semua warga. Tanpa terkecuali! Pesan untuk menjaga kerukunan antar umat menjadi
sangat penting untuk di sampaikan, mengingat pesta demokrasi yang sangat rentan
terhadap provokasi masa. Kerusuhan bisa sangat mungkin terjadi dengan menghadirkan
isu berbau agama yang ada, baik melalui institusi atau kelompok maupun secara
individu. Propaganda negatif untuk meraih masa militan bagi masing-masing
partai bisa saja di “goreng” dengan minyak agama. Menjaga kerukunan antar umat
beragama ini jelas sangat penting untuk dengungkan dan semakin gencar di kampanyekan. Mengingat kemajemukan masyarakat
Gunungkidul yang ada sampai saat ini.
Dengan jumlah penduduk beragama Islam 819.987 jiwa, 15.804 jiwa beragama Katholik,
15.375 jiwa beragama Kristen, 1.390 jiwa beragama Hindu, 555 jiwa beragama
Budha dan sekitar 2.150 jiwa menganut kepercayaan atau keyakinan lainnya (Gunungkidul
Dalam Angka 2013). Dengan berdasar angka jumlah penganut agama di Gunungkidul
yang ada ini, akan sangat mungkin propaganda politik dengan nuansa minoritas
dan mayoritas bisa di gulirkan. Mengingat secara umum kerukunan antar umat
beragama di Gunungkidul bisa di bilang stabil dan sangat terjaga dan hampir
tidak pernah terdengar kerusuhan di Gunungkidul mengandung unsur agama.
Dan sudah barang tentu siapapun yang hidup dan tumbuh di Gunungkidul layak
untuk turut menjaga kondisi ini. Gunungkidul yang masih memiliki akar budaya
yang kuat tentu akan sangat ironis jika polemik bernuansa keagamaan menjadi
pemecah belah “paseduluran” yang begitu kuat terjaga ini. Mitos yang masih
menghiasi keseharian masyarakat Gunungkidul jelas berfilosofi kerukunan antar
sesama manusia. Selain pendidikan yang selalu di sampaikan demi pembangunan
Gunungkidul saat ini dan yang akan datang.
Siapa yang berani menyangkal bahwa Gunungkidul secara geografis terdiri dari tanah
dan bebatuan yang beraneka? Siapa yang berani menyangkal bahwa tumbuhan hutan
di Gunungkidul ini bermacam-macam jenisnya? Dan telah menjadi nyata semua
tumbuh bersama, saling menguatkan dan memberi hidup. Tentu semua tak akan
memungkiri bahwa Gunungkidul telah menjadi tempat yang sangat apik untuk
bertumbuh kembang segala bentuk keaneka ragaman. Barang siapa yang hidup dan
mencari penghidupan di Gunungkidul namun menyangkal keaneka ragaman alam dan
manusianya, pantas di pertanyakan, apa maksud dan tujunya?!
Mungkin ini adalah kurang lebih alasan yang membuat FKUB di Gunungkidul
mengajak semua lapisan masyarakat untuk menjaga kerukunannya. Walau sangat di
sayangkan kampanye kerukunan antar umat beragama ini tidak menerobos gang-gang
sempit di Gunungkidul. Ajakan untuk “Pilihlah Saya” jauh lebih riuh sampai ke
akar-akar masa. Bahkan hampir sebagian besar masyarakat yang berada di pedesaan
tidak mendengar atau melihat ajakan tersebut dalam bentuk spanduk, tulisan
ataupun gambar. Inilah yang menjadikan pendidikan atas kerukunan antar umat
beragama dalam rangka Pemilu 2014 menjadi rancu. Kerukunan umat beragama di
Gunungkidul memerlukan lebih banyak “tenaga” agar akar rumput masa menjelang
pesta demokrasi 2014 ini mendengar seruan baik ini.
Karena di masa basislah kerentanan akan terganggunya kerukunan ini lebih bisa
di lihat. Provokasi antar kelompok dan golongan di masa basis lebih agresif terasa
dalam rangka mencari masa militan. Tak ayal tempat-tempat ibadah dan kegiatan
keagamaan pun di susupi kepentingan para calon legislator bangsa ini dengan menina
bobokan calon pemilih melalui doktrin-doktrin keagamaan maupun aliran kepercayaan yang sengaja di
cocok-cocokan dengan pangilannya berpolitik. Berbagai organisasi sayap berbasis
sesama agama pun menjadi ujung tombak untuk menggalang masa. Ini bisa jadi
menghadirkan pemikiran bahwa kerukunan yang harus di jaga ini tidak sekedar
antar umat beragama tetapi sesama penganut agama yang sama.
Belum lagi beberapa pemuka agama yang mestinya lebih mengajarkan untuk menjaga “paseduluran” Gunungkidul walau berbeda kepercayaan, tetapi memilih untuk turut mengajak masa agar ikut menghakimi bahwa kelompok yang lainya adalah tidak layak. Disini kerukunan antar umat beragama menjadi terancam. Dan jika ini semakin membesar dan masif tentu sejarah kelam akan menjadi bagian tak terlupakan bagi generasi Gunungkidul yang akan datang. Padahal pemilihan umum ini hanya akan memilih para kader partai yang mengatasnamakan wakil rakyat untuk 5 tahun kedepan. Sementara jika kerukunan ini terluka, 5 tahun kedepan tak mungkin cukup untuk mengobati dan memulihkan seperti sedia kala.
Belum lagi beberapa pemuka agama yang mestinya lebih mengajarkan untuk menjaga “paseduluran” Gunungkidul walau berbeda kepercayaan, tetapi memilih untuk turut mengajak masa agar ikut menghakimi bahwa kelompok yang lainya adalah tidak layak. Disini kerukunan antar umat beragama menjadi terancam. Dan jika ini semakin membesar dan masif tentu sejarah kelam akan menjadi bagian tak terlupakan bagi generasi Gunungkidul yang akan datang. Padahal pemilihan umum ini hanya akan memilih para kader partai yang mengatasnamakan wakil rakyat untuk 5 tahun kedepan. Sementara jika kerukunan ini terluka, 5 tahun kedepan tak mungkin cukup untuk mengobati dan memulihkan seperti sedia kala.
Memang seolah-olah kepentingan atas rukunnya warga antar agama ini menjadi tanggung
jawab FKUB. Tetapi pada dasarnya setiap individu yang ingin turut membangun
Gunungkidul melalui Pemilu 2014 ini harus merasa terpanggil untuk mendukung ini
semua. Tetapi berharap pada Dewan Wakil Rakyat secara institusi sepertinya
sulit di harapkan. Melihat kenyataan bahwa lebih banyak bertebaran banner,
spanduk, baliho dan segala bentuk alat peraga sosialisasi diri para Caleg
Incumbent bertuliskan “Pilih Saya”. Dan mungkin menurut mereka, memilih mereka
para calon legislator menjadi Dewan Legislatif lebih penting dari pada memilih mereka menjadi
tokoh penjaga kerukunan antar umat beragama. Maka segala cara bisa saja mereduksi ajakan
para petinggi FKUB Gunungkidul yang mewakili warga untuk tetap menjaga
kerukunannya.
![]() |
"Tak ada Ajakan" Depan Gedung DPR Gunungkidul (sisi barat) |
Harapannya adalah semakin banyak warga pemilih cerdas dan tahu siapa calon
lagislatif yang turut membangun atau penghancur kerukunan antar umat beragama
di Gunungkidul ini. Kerukunan yang sudah di tanamkan para leluhur ribuan bahkan
jutaan tahun yang lalu. Sebagai jejak cikal bakal kehidupan yang ada di Gunungkidul.
Semakin banyak yang berani menjaga kerukunan dan menolak provokasi bernuansa
sara untuk Gunungkidul yang lebih Handayani. Semoga pesan dalam Baliho di
Alun-alun Pemda oleh FKUB Gunungkidul menjadi kampanye yang tidak kalah penting
dengan Baliho bertuliskan “Pilih Saya pada 9 April 2014”.
_Handayani 10/3/2014_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar