Minggu, 06 April 2014

FLI-GK; Semoga Titir Tak Menjadi Doro Muluk/Gobyok

"Siapa Memberi Siapa"
Kenthongan adalah salah satu alat tradisional yang digunakan untuk berkomunikasi secara komunal/kelompok. Kenthongan pada massa sebelum maraknya teknologi berkomunikasi seperti sekarang ini, menjadi salah satu alat wajib yang harus di miliki oleh setiap rumah. Lebih-lebih di tempat pos-pos penjaga keamanan. Kenthongan pada masa dulu bahkan sampai sekarang (khususnya di desa-desa, bahkan di beberapa perkotaan) memiliki peran yang sangat penting. Suara Kenthongan dengan sandi atau kode tertentu akan di terima sebagai isyarat secara komunal dalam tradisi masyarakat. Kode atau sandi yang di kirim lewat suara kenthongan yang di pukul berarti mengisyaratkan hal-hal tertentu yang selanjutnya wajib di tindak lanjuti dengan aksi oleh sekelompok masyarakat. Kenthongan yang dipukul atau dibunyikan secara asal-pun saat ini masih bisa menarik perhatian komunal. Setidaknya warga akan keluar dari sarang kenyamanannya dan mencari informasi tentang apa yang sedang terjadi. Atau mencari tahu apa maksud dari dipukulnya kenthongan itu. 
Walau sudah semakin jarang suara/bunyi kenthongan dengan isyarat tertentu sekarang ini. Namun keberadaan kethongan masih layak digunakan untuk menyapaikan berita atau informasi. Adanya kenthongan juga bisa menjadi indikasi bahwa kebudayaan nenek moyang masih saja perlu di-"uri-uri"

Minggu, 30 Maret 2014

Menyusuri Jejak Dari Mbah Yono Benguk

"Tangan Sang Pengendang"
SMS ke dua malam itu masuk ke hp saya, sebagai sebuah undangan untuk menghadiri acara ulang tahun. 

“Diharap kehadirannya dalam acara ulang tahun ... Mbah Yono" 
Nama Mbah Yono membuat saya teringat dengan catatan saya tentang nama yang saya anggap tokoh seni untuk saya temui empat mata. Ingin sekali berbincang dan mencoba merekam cerita-ceritanya. Ya beliau adalah salah satu pengrawit Campursari Gunungkidul yang masuk dalam daftar untuk saya temui.
Undangan lewat SMS itu hanya berselang sekitar 1 jam dari jam di mulainya acara. Padahal saya sudah terlanjur berencana untuk menengok orang tua sahabat yang sedang sakit di rumah sakit. SMS itupun tak saya balas dan saya lupakan. Toh acara ulang tahun tidak masuk dalam kategori “Harus” bagi saya. Saya lebih siap siaga untuk undangan acara mendoakan orang yang sudah meninggal dari pada acara ulang tahun heee.

Jumat, 21 Maret 2014

Sanepa Mawa Tengara

Bagian III pada halaman 53. 
Sanepa adalah sindiran gaya orang Jawa. Dimana dengan sanepa ini orang yang tersindir tidak akan tersinggung karena di paksa berpikir 2 kali untuk mengartikan maksud dan tujuan. Sanepa dalam bentuk sindiran ini menjadi sangat kuat karena mengimbaratkan sesuatu dengan lain hal. Berikut Beberapa Sanepa Mawa tengara adalah;

Isbat

Bagian V ini pada halaman 165. Tambahan atau contoh-contoh pasemon, sanepa dan piwulang yang bersifat bebas yang tidak harus di kategorikan seperti di atas. Namun bermakna telah menjadi ketentuan, ketetapan sekaligus pesan yang dalam. 
Tentu masih dengan gaya sindiran ala Jawa yang tetap kental terasa. Mungkin lebih tepat bisa di sebut peribahasa atau paribasan dalam bahasa Jawa namun bermakna ajaran yang sangat dalam.
Contoh seperti 

Piwulang Kautaman

Bagian IV ini pada halaman 59. Piwulang berarti nasehat, Kautaman berarti keutamaan. Berbeda dengan Sesanti, sesanti lebih kepada pengobar semangat. Sedangkan piwulang terasa lebih tenang dan refleksi spiritual karena mengandung ajaran budi pekerti. Piwulang Kautaman dalam budaya Jawa adalah memberi pembelajaran untuk mempertajam kepekaan agar bisa memilih yang baik dan benar.

Berikut beberapa contoh Piwulang Kautaman dalam budaya Jawa,

Pasemon Dan Tradisi

Pasemon adalah sindiran halus yang di tunjukan untuk penguasa atau pejabat. Sistem Pranata sosial Jawa yang penuh hirarki, melahirkan konsekwensi kelas kata dalam bahasa. Demikian pula dalam menyampaikan pendapat dan mengkritik tentu tidak bisa sembarangan.
Satu contoh ketika orang Jawa hendak menyampaikan permohonan kepada raja dilakukan melalui “PEPE” atau berjemur di alun-alun hingga sang penguasa berkenan menerimanya di bangsal kerajaan.

Bahasa Pasemon sangat Indah dan memerlukan pencernaan lebih dari sekedar bahasa tutur semata.

Berikut beberapa Pasemon yang tetulis pada bab Pasemon dan Tradisi.

Semiotika Jawa Karya M.Hariwijaya

Judul ; Semiotika Jawa - Kajian Makna Falsafah Tradisi-

Penulis ; M. Hariwijaya

Penerbit ;  Paradigma Indonesia

Cetakan Pertama Februari 2013
Copyright @M.Hariwijaya

Layout ; Hagas

Design sampul ; Chandra

Selasa, 18 Maret 2014

Babad Seni#3 - IPG 2014 (Dalam Opiniku)

"Babad Seni #3 - IPG 2014"
Sebongkah Manifestasi Perseteruan Identitas Sentralistik, demikian sang kurator (Netok Sawiji) menjabarkan tema Babad Seni #3 - Pameran Seni Rupa Gunungkidul 2014 - ini. Tema “Adoh Ratu Cerak Watu” yang di jabarkan dengan kalimat keren tetapi asing bagi sebagian awam. Namun mungkin demikianlah bahasa yang layak di gunakan untuk menjabarkan tema Pameran karya para perupa Gunungkidul yang tergabung dalam wadah Ikatan Perupa Gunungkidul (IPG). 

Kata-kata Adoh Ratu Cerak Watu sendiri sudah sedemikian akrab bagi sebagian besar warga Gunungkidul. Adoh Ratu Cerak Watu sendiri sudah mampu di jabarkan secara harafiah. Secara geografis dan politik, jarak dan kondisi alam yang harus di tempuh (geografy) untuk menjerumuskan diri pada birokrasi-birokrasi (politik) setingkat propinsi memang sangat membutuhkan waktu yang tidak pendek. Namun pada era sekarang faktor ini bisa di minimalisir dengan teknologi. Dengan begitu jarak yang ada sebenarnya sudah tidak menjadi semacam keluh kesah untuk menemui “Sang Ratu” lagi. Karena pada dasarnya “Adoh Ratu” dirasakan tidak sendirian. 

Kamis, 13 Maret 2014

Mencari Jampi (untuk obat) Puyeng

"Jhony Sang Empunya Omah Jowo"
Begitu aku parkirkan motor beat warna pink milik istriku, yang ku pakai malam itu 7 Maret 2014. (Sebanarnya trailku sendiri sudah ku siapkan, namun suara knalpot untuk malam serasa kurang nyaman). Aku langsung menengok jam di hp yang menunjukan pukul 18.55. Ternyata aku masih menjadi manusia yang belum berubah sejak masa remaja, pikirku. Mencoba On Time, tidak in time apa lagi between time. Kecuali ada yang sangat2 tidak tertolak untuk jadi alasan. Itupun pasti akan kucoba jelaskan sebelumnya. Sebisa mungkin. Alasan jam karet biarlah menjadi alasan liyan tapi tidak untuk saya. Bahkan saya lebih memilih untuk tidak memenuhi janji jika ternyata saya tak mampu tepat waktu. Biarlah prinsip lebih baik terlambat itu menjadi milik liyan. Ya atau Tidak, itu saja.

Senin, 10 Maret 2014

Rukun Gunungkidul, Pemilu 2014

"Jaga Kerukunan Umat"
Banner atau baliho yang terpampang mencolok di depan alun-alun Pemkab Gunungkidul yang berada di pojok sebelah barat daya adalah pesan FKUB untuk semua warga. Tanpa terkecuali! Pesan untuk menjaga kerukunan antar umat menjadi sangat penting untuk di sampaikan, mengingat pesta demokrasi yang sangat rentan terhadap provokasi masa. Kerusuhan bisa sangat mungkin terjadi dengan menghadirkan isu berbau agama yang ada, baik melalui institusi atau kelompok maupun secara individu. Propaganda negatif untuk meraih masa militan bagi masing-masing partai bisa saja di “goreng” dengan minyak agama. Menjaga kerukunan antar umat beragama ini jelas sangat penting untuk dengungkan dan semakin gencar di kampanyekan. Mengingat kemajemukan masyarakat Gunungkidul yang ada sampai saat ini. 

Selasa, 18 Februari 2014

Aku Abu Gunungkidul

"Bundaran Siyono 06.05"
Malam itu Kamis, 13 Februari 2014, dalam suasana hening tiba-tiba terdengar gemuruh. Sontak hening kami berubah riuh. Lindu! Itulah yang terbersit seketika. Beberapa detik tak terdengar lagi dan selanjutnya tanpa henti. Di luar rumah semua mata menghadap ke arah timur, kearah sumber suara ledakan demi ledakan bersahutan. Kelud “Njeblug”!!!
Tak ada yang bisa kami pandang selain gelap. Walau beberapa warga bersaksi melihat pendar kemerahan di atas langit timur jauh. 

Kami hanya diam menikmati, sambil kadang berceloteh tentang imajinasi kami atas ledakan demi ledakan yang tak kunjung usai kami dengar.

Selasa, 28 Januari 2014

Ayo "Tuku" Gunungkidul

"Di Angkringan pinggir jalan"
Dalam diskusi Angkringan bersama KPH. Wironegoro dan atau FKK DIY yang di fasilitasi FKK Gunungkidul, 27 Januari 2014, yang bisa saya simpulkan dari semua dialog dan argumentasi atas banyaknya rencana adalah AYO TUKU GUNUNGKIDUL. "Tuku atau Membeli" yang saya artikan sebagai keinginan untuk memiliki dan lalu “ngopeni” segala sesuatu yang menjadi dasar karakter budaya di dalamnya. Berbagai isu di munculkan untuk mendapatkan semacam "grand design" yang tepat dalam ikut memberi masukan untuk “membeli” Gunungkidul. 

Jumat, 17 Januari 2014

Menyusuri Jejak Dari Mbah Bardi

"Penampilan Mbah Bardi Di Bulan Desember 2013"
Sambil menahan sakit, di Gedung Serba Guna Siyono
Rencana hari ini hampir saja tertunda lagi, setelah menemukan beberapa titik kecil pusaran angin yang lumayan kencang. Memang tidak terlalu mengkhawatirkan, tetapi liukan pepohonan dan berbagai sampah mampu di terbangkan oleh angin itu membuat saya sempat berpikir ulang atas rencana saya. Kali ini saya ingin menemui seorang seniman lawak Gunungkidul. Sebenarnya sudah saya rencanakan beberapa hari yang lalu. Cuaca yang tidak memungkinkan membuat saya menunda untuk beberapa hari. Dan kali ini saya benar-benar niati. Seiring dengan mendekatnya waktu yang telah kami tentukan angin pun berangsur reda.

Selasa, 14 Januari 2014

Menyusuri Jejak Dari Mas Jhony

"Santai Bersama Jhony"
Musim hujan di bulan Januari ini selalu mempercantik dinding langitnya dengan gumpalan-gumpalan awan gelap. Hingga matahari di siang itu Selasa 14 Januari 2014, tidak terasa begitu menyengat. Om Jow atau Omah Jowo menjadi tujuan kami. Setelah beberapa hari sebelumnya saya telah mencoba berjanji untuk menemui lelaki berkulit coklat gelap pemilik Omah Jowo itu.
Mas Jhony atau Jhony Gunawan nama yang saya akrabi. Seniman Kethoprak adalah profesi yang saya tahu, selain menjadi MC pada grup musik Campursari.

Jumat, 10 Januari 2014

ENSIKLOPEDI GUNUNGKIDUL - Dari Mitos Menggapai Etos

"Dari Mitos Menggapai Etos"
“Memaknai dan memahami sesuatu tidak bisa di lakukan hanya dengan melihat apa yang tengah terjadi. Untuk bisa mengerti suatu hal, tidak bisa pula hanya dengan melihat dari satu sisi.
Masyarakat, alam, dengan segala aneka budayanya bukanlah hasil dari sebuah sim salabim. Tetapi terbentuk  dari perjalanan dengan jarak dan rentang waktu yang begitu panjang.”

Demikian beberapa kalimat yang saya penggal dari Kata Pengatar Penulis Buku Ensiklopedia Gunungkidul terbitan Pertama Desember 2013. Yang boleh saya artikan bahwa memang dalam memandang segala hal untuk sebaiknya bijak menyikapi. Sesuatu hal bisa ada karena sebab-sebab yang sebenarnya sangat bisa di logika. Apa, Mengapa dan Bagaimana adalah penelisikan sederhana untuk melihat segala sesuatu itu exis dan di percaya.

Senin, 06 Januari 2014

Koin Tanda Jadi

"ada koin di tangan yang mengepal"
Koin atau recehan sebagai tanda “deal” pada bisnis bernilai puluhan juta, rasanya kog mengada-ada. Secara edukasi bisnis modern pun minimal tanda jadi menggunakan satuan prosentase atas harga yang telah di tetapkan. Tetapi berapapun harga yang telah di sepakati, maka tanda jadi menggunakan uang receh 1000 rupiah atau 2000 rupiah jadi terasa tidak legal. Tetapi ini sungguh
terjadi antara Pihak Pertama atau penjual dengan Broker atau calo yang bersedia menemukan Pembeli atau Pihak Ketiga sesuai harga yang sudah di sepakati.

Minggu, 05 Januari 2014

Bercengkrama di Pembuangan


"dengan begini, lalu nikmat apa yang layak ku ingkari?"
Sore itu Kamis 3 Januari 2014, mendung tipis memoles langit. Keputusan semakin bulat melihat-lihat Tempat Pengolahan Sampah Baleharjo, Wonosari, Gunungkidul, ketika beberapa baris biru langit masih bisa di harapkan untuk menahan hujan.
Kurang lebih 100 meter sebelum lokasi, bau tidak sedap menemui. Keinginan yang kuat untuk mengabadikan aktivitas disana membunuh rasa jijik. Tepuk riuh, sorak sorai lalat menyambut. Semakin riuh ketika 2 kamera ku keluarkan dari tas.
"Nderek Motret mriki gih bu, pak?!"
Sapaan saya buka

Kamis, 02 Januari 2014

Pasarku Terbakar

"kemarin lusa masih kami nikmati
hiruk pikuknya, kini?"
Di saat beberapa tempat sedang merayakan penyambutan tahun baru 2014, pedagang pasar dan warga Semin dan sekitarnya harus bahu membahu berjibaku menyelamatkan dagangan yang masih bisa di selamatkan. Sorak sorai berhias kembang api berbanding terbalik dengan suasana di pasar Semin. Jerit histeris kepanikan di antara kobaran api dan ledakan tabung gas dari dalam pasar mewarnai malam itu.
Photo-photo yang saya persembahkan dalam warna-warni Gunungkidul ini saya ambil sore hari 1 januari 2014, setelah police line terpasang dan lebih di nyatakan aman. Saya di beri ijin untuk mengabadikan beberapa gambar sebagai bentuk keprihatinan akan apa yang terjadi.